Kamis, 18 September 2014

Nostalgia di Ujung Genteng

Sabtu, 9 Agustus 2014

Tepat pukul 05.00 WIB setelah menempuh perjalanan selama  tujuh jam dari Bogor, akhirnya saya dan teman-teman tiba di penginapan sekitar Pantai Pangumbahan. Kami adalah teman-teman lama yang orang selama masa SMA, namun perjalanan kali ini hanya sembilan orang saja yang ikut. Sepanjang jalan tak henti-hentinya kami berbincang-bincang meluapkan rasa kangen hingga setibanya di penginapan badan pun ambruk di tempat tidur.


Sinar matahari mulai memasuki celah-celah penginapan yang tadi subuh kami sewa, maklumlah  penginapan ini berbentuk rumah panggung dengan dinding yang terbuat dari bilik, terlihat sangat tradisional. Saya pun terbangun dan alangkah terkejutnya karena waktu menunjukkan pukul 08.00 WIB.  Sepertinya tidak ada yang special jika liburan hanya dihabiskan dengan kegiatan mengobrol, sarapan sambil menunggu giliran mandi di penginapan.

Tak betah hanya melihat Pantai Pangumbahan, kami berinisiatif berjalan-jalan ke tempat lain. Sang pemilik penginapan adalah kunci bagi kami untuk mengetahui daerah ini lebih dalam. Siang telah  tiba, lima motor yang telah kami sewa telah siap untuk dikendarai. Kami yang terdiri dari empat laki-laki dan lima perempuan menaiki masing-masing motor dengan berpasangan tentunya salah satu dari kami berboncengan dengan sang pemilik penginapan. Sekitar 15 menit perjalan dimulai, sebuah motor yang dikendarai teman laki-laki dan tentunya saya sebagai boncengannya oleng dan terjatuh. Tak tanggung-tanggung, lutut kakiku yang masih bergetar merasakan sakit, ya jatuh untuk yang kedua kalinya. Dapat saya pahami trek jalannya sulit sekali karena kami harus melewati pepohonan yang rimbun dan menyebrangi tiga sungai.

Deburan ombak itu mulai tertangkap oleh telinga kami. Ucapan syukur terlontar ketika pantai ini persis di depan mata kami. Mengingat, perjalanan sekitar dua jam menggunakan motor yang sangat menguras tenaga karena medan jalan yang sangat tak beraturan. Inilah Pantai Ombak Tujuh, pantai indah dengan deburan ombak yang besar dan didominasi karang besar di pesisirnya. Konon, dinamai Pantai Ombak Tujuh karena jika dilihat dengan seksama maka ombak itu bergelombang  berturut-turut selama tujuh kali. Itu adalah info yang saya dapatkan dari sang pemilik penginapan. Puas dengan pantai ini, kami melanjutkan perjalanan menuju arah kami pulang ke penginapan. Namun, teryata kami singgahi terlebih dahulu di Pantai Pasir Putih. Pantai yang tidak kalah indahnya karena benar-benar didominasi dengan pasir putih tanpa karang, seolah-olah kami berada di hamparan gurun pasir di Mesir.

Senja telah tiba hingga akhirnya gelap menyelimuti menandakan hari sudah malam. Perlahan-lahan satu per satu memejamkan matanya karena kami harus istirahat dan bersiap-siap untuk menuju Curug Cikaso esok pagi sebelum akhirnya pulang. Itulah tiga objek wisata yang cukup memanjakan liburan kami, suasana pesisir pantai secara tidak langsung membuat kami lebih bersyukur terhadap ciptaan-Nya. Terlebih lagi, kami akhirnya bisa berbagi cerita, berkeluh kesah dan berkumpul bersama.

NB. Foto perjalanan ini dapat dilihat di sini (facebook salah seorang teman saya) karena handphone saya terkena musibah yang menyebabkan hilangnya semua foto. *tear

Tidak ada komentar:

Posting Komentar